wanita muslimah,haruskah berjilbab? (jilbab,antara syari’ah dan budaya)

Posted: Oktober 30, 2012 in Jurnal dari Kongkow Tafsir Hadits Walisongo

wanita muslimah,haruskah berjilbab?

(jilbab,antara syari’ah dan budaya)

Oleh:AMANAH[1]

A.DEVINISI JILBAB

Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti menghimpun atau membawa. beberapa devinisi jilbab menurut pandangan beberapa ulama’ diantaranya:

1.dari Al-baqo’i menerangkan bahwa jilbab adalah baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita,atau semua pakaian yang menutupi wanita,semua definisi tersebut dapat mencakup makna jilbab,apabila yang dimaksud jilbab adalah baju,maka perintah “mengulurkan” adalah menutupi tangan dan kaki,kalau yang dimaksud adalah kerudung,maka perintahnya adalah menutup wajah dan leher,kalau yang dimaksud adalah pakaian yang menutupi baju, perintah itu adalah membuatnya longgar hingga menutupi semua badan dan pakaian.

2.Thabathaba’i  memahami jilbab sebagai pakaian yang menutupi badan atau kerudung yang menutupi kepala dan wajah wanita.

3.Ibnu asyur memahami jilbab sebagai pakaian yang lebih kecil dari jubah tapi besar dari kerudung.[2]

B.BUDAYA MENUTUP KEPALA TELAH ADA  SEBELUM ISLAM

Di Negara belahan dunia telah dikenal budaya berjilbab atau lebih umum dinamai kerudung,. terutama pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda.Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat,di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.dan jilbab tersebut telah membudaya jauh sebelum islam datang[3]

C.DASAR  DIWAJIBKANYA  MEMAKAI  JILBAB

Dasar diwajibkanya berjilbab bagi kaum muslimah adalah :

1.Q.S. al-ahzab 59

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا .   Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2.Q.S an-nuur 31

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.

 

Penafsiran tentang ayat jilbab

1.menurut quraish syihab:

Quraish Shihab menganggap bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian wanita (Q.S. 33:59, 24:31) mengandung aneka interpretasi. Sedangkan hadits-hadits yang merupakan rujukan untuk pembahasan tentang batas-batas aurat wanita, terdapat ketidaksepakatan tentang nilai ke-shahihannya. Dengan demikian, kesimpulan Quraish, ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan wanita bersifat zhanniy yakni dugaan[4]

Lebih lanjut Ia mengatakan tidak mewajibkan jilbab tapi mewajibkan menutup aurat,menutup aurat bagi wanita karena esensi menutup aurat tidak harus disamakan dengan budaya berjilbab ala arab

2. Muhammad Said al-Ashmawi

dalam bukunya Kritik Atas Jilbab (JIL, 2003), meragukan kewajiban jilbab dalam al-Qur’an surat al-Ahzab:59 dan dengan sengaja membelakangi surat al-Nur: 30-31 yang disebutnya bersifat kondisional, elitis, politis dan diskriminatif.

Menurutnya, kondisional setelah perang Khandaq keamanan umat Islam tergugat. Dianggap bersifat politis karena ia diturunkan untuk membendung politik kaum munafikin setelah peristiwa al-ifk. Ia juga berpandangan, jilbab itu adalah keputusan elitis dan diskriminatif karena ayat tersebut bertujuan untuk membedakan antara perempuan merdeka dengan perempuan hamba sahaya. Atas alasan-alasan ini menurutnya, jilbab tidak boleh diaplikasikan di zaman sekarang.

ada dua hal yang sangat esensial mendasari diwajibkanya wanita muslimah berkerudung:

1.lebih mudah dikenali ( ان يعرفن)

Saat seorang muslimah memakai jilbab maka ia memiliki identitas bahwa ia adalah muslimah. pada masa dahulu muslimah akan mendapat penghormatan dari golongan laki-laki sebagaimana syari’at islam yang berlaku (tidak berbicara tanpa mahrom,tidak menyentuhnya,dll).laki-laki fasiq pada zaman islam arab tidak berani mengganggu wanita muslimah karena akan dijatuhi hukuman sangat berat.

Selain itu menjadi muslimah yang berkerudung sangat membantu membedakan antara ia dan sesamanya yang belum masuk islam,termasuk sekarang,semakin banyak wanita dengan cara berkerudung yang sama(menurut syari’ah),maka akan semakin mudah dikenali dari kelompok mana ia berasal (muslim/kafir-red)

2.tidak diganggu (فلا يؤذين )

Dengan asumsi bahwa berkerudung para wanita muslimah zaman dahulu bebas dari nafsu dan godaan laki -laki.cara ini amat efektif karena berjilbab dengan budaya arab adalah menutup kepala ,dada,bahkan wajah (kecuali mata)

D.ISLAM  MEWARNAI  BUDAYA  ATAU  BUDAYA MEWARNAI  ISLAM?

Islam datang bukan pada masyarakat yang hampa budaya,islam datang pada Islam datang bukan jazirah yang telah dipenuhi warisan leluhur,beberbudaya dan beragama.termasuk budaya berjilbab, wanita arab sebelum islam telah mengenakan jilbab sebagai budaya berbusana mereka,hal ini tidak aneh karena tipologi udara arab yang panas dan berdebu,membutuhkan pakaian yang cukup tebal untuk melindungi dari sengatan langsung senar matahari,baik untuk laki-laki maupun perempuanya.

Yang menarik dalam hal ini,islam bukanlah pionir yang mengggencarkan jilbab sebagai jenis pakaian dengan simbol keagamaan muslim,karena kehadiran jilbab tidak merubah trend masyarakat arab pada saat itu,lebih jauh kita akan menyimpulkan bahwa islam melihat kebaikan dalam tradisi  jilbab yang dipakai wanita bangsa arab yang sesuai dengan standarisasi islam (syari’ah) dan tujuan yang tercapai dengan pemakaian jilbab tersebut.maka islam mewajibkan pemeluknya untuk memakai jilbab dengan standarisasi yang sudah ditentukan,islam hanya meneruskan tradisi jilbab yang sudah membumi dikalangan arab pada masa itu dan menyesuaikanya dengan standar syari’ah.

Standar kesopanan dalam tiap daerah berbeda,kearifan lokal yang ditonjolkan dalam setiap kawasan juga berbeda,bisa jadi standar kesopanan di jawa dan di Sumatra sudah berbeda.dan kita sebagai orang Indonesia yang beragama islam tidaklah harus merubah citarasa keindonesiaan kita menjadi kearab-araban.termasuk dalam hal berkerudung.budaya kerudung lokal masyarakat jawa adalah kerudung sampur (yang popular tahun 70-80an) yaitu hanya mengenakan kerudung dan menyilangkan antara ujungnya ke pundak,dengan menyisakan lehar yang tidak tertutup.ini adalah budaya dan gaya lokal yang bagi masyarakat jawa telah memenuhi etika kesopanan yang berlaku.mereka (dengan memakai kerudung jenis ini-red)sudah dianggap sopan,terhormat dan tidak terganggu.

Lalu bagaimana dengan budaya berjilbab yang telah dikenakan sebaigian masyarakat di belahan dunia? Akankah jilbab terklaim sebagai simbul agama islam saja? Atau sebanarnya islam hanya mengikuti trend yang baik dari budaya pada masa itu?

D.SA’AT ILLAT TLAH TERATASI….!!!

Sesuai dengan maqosid asy-syari’ah yang telah ditentukan dalam islam,adalah memberi identitas simbolis sebagai muslimah,agar lebih mudah dikenali dan dihormati,dengan begitu keamanan akan terjaga dan tidak mudah diganggu orang-orang yang berniat buruk.

Dengan dalih berpegang kepada maqasid al-shari’ah (prinsip-prinsip syariah), kaum liberal mengatakan bahwa esensi kewajiban berjilbab adalah kesopanan dalam berpakaian. Oleh karena itu, yang penting adalah kefahaman terhadap standar kepantasan umum (public decency) dan pembentukan akal budi.

Di sini mereka telah mendangkalkan jilbab sebagai formalitas kosong. Padahal dalam aturan tersebut ada spirit atau ruh untuk menjaga kesucian kaum wanita. Kalaupun itu hanya bentuk luar dan kesopanan itu masalah dalam, maka kita tidak boleh mengabaikan antara yang luar dengan menumpukan hanya kepada yang dalam. Islam memberi perhatian yang seimbang terhadap kedua aspek exoteric dan esoteric. Keduanya, dalam Islam saling mempengaruhi dan penting dalam kehidupan manusia.

E. KESIMPUULAN

Jilbab menjadi permasalahan yang pantas diperbincangkan karena jilbab merupakan syari’ah yang meing-iya-kan budaya yang sudah berlaku di masyarakat.lebih jauh dari itu setiap masyarakat memiliki buddaya tersendiri termasuk cara mereka berkerudung.sprirt berkerudung yang telah diketahui sebagai sibol kehormatanpun menjadi fleksibel maknanya.lepas dari segala problematic diatas jilbab adalah budaya yang sudah disyari’atkan dalam islam,sehingga pelaksanaanya pun menjadi wajib bahkan saat spirt dan makna pemakaian jilbab telah terpenuhi.wallahu a’lam.

F. REFERENS

– Qurais Shihab, 2004, “Jilbab pakaian Wanita Muslimah , Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer”, Jakarta: Lentera Hati

– Quraish syihab Wawasan AL-qur’an PT.Al-mizan pustaka: 2007

– Ainurrofiq dawam Jilbab perspektif sosial budaya  jakarta 2007

– quraish syihab  TAFSIR AL-MISBAH lentera hati Jakarta:2004

– jurnal IDEA edisi: 20/TH XI/juni 2004


[1] Mahasiswi TH FUPK DEPAG  09

[2] Quraish syihab TAFSIR AL-MISBAH Jakarta: lentera hati

[3]  Ainurrofiq dawam Jilbab perspektif sosial budaya  jakarta 2007

 3   Qurais Shihab, 2004, “Jilbab pakaian Wanita Muslimah , Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer”, Jakarta: Lentera Hati, hal. 189

Tinggalkan komentar